Silahkan Klik BANNER di atas untuk melihat LOWONGAN KERJA TERBARU.

Klik BANNER diatas untuk melihat Informasi LOWONGAN KERJA

Klik Banner di atas Informasi Lowongan Kerja Tersedia untuk Anda.

Minggu, 12 Juni 2011

Rumah Kami Meledak


Cerpen Fitrah Nugraha

Aku tertegun melihat api menjulang-julang di rumah. Membakar ketenangan malam di kampungku. Dan julangan kobar api seakan ingin mengajak bertarung pada orang-orang yang hanya tertegun memandang kejadian menghebohkan. Terdengar jerit kakak, adik, dan bapak di luar rumah begitu keras memekak telinga berlomba dengan raung sirine mobil pemadam kebakaran. Sementara hilir mudik tetangga kiri-kanan berlarian menyelamatkan barang-barang dalam rumahnya. Terlihat petugas pemadam kebakaran bagai pesilat bertarung dengan jurus-jurus maut dari sang api.

“Api mengapa kau tak mengalah saja,” aku tak bisa menjerit dan memberi petugas pemadam semangat. Aku hanya kagum pada gerak petugas pemadam. Lincah dan gesit memainkan senjata yang digenggamnya. Mereka berlarian begitu cepat. Menerobos kobaran api di dalam rumah. Beberapa puing kayu dari atas rumahku yang berlantai dua, jatuh dan hampir menimpa mereka. Tapi mereka terus melawan gerak api yang ingin menyambar-nyambar setiap pergerakan mereka. Sementara teriakan dan jeritan orang-orang di luar rumah memekik, mengiris. Memanggil sebuah nama. Tapi aku kabur, serasa tertutup pendengaranku dari memanggil sebuah nama itu.

Aku mengerti mereka kalah. Kekalahan itu terbayar dengan hangusnya sebuah rumah berlantai dua. Tinggal puing-puing kayu bersisa menjadi arang hitam, lalu dinding menampak warna hitam, dan tentu saja sesosok mayat yang sudah gosong. Tanpa dikomando lalat-lalat beriring menghampirinya seiring bapak, kakak, dan adik menghampiri mayat itu serta beberapa warga dan petugas menghampiri mayat itu. Ada jeritan meratap, ada jerit panggilan ke sebuah nama, dan tangis meraung. Meraung seiring sirine ambulance yang datang.

“Di manakah ibuku?” Semua detail peristiwa tergambar jelas di mataku. Menyaksikan bapak, adik, dan kakak yang menangis dan menjeritkan sebuah nama. “Di manakah ibu? Aku ingin menanyakan pada mereka, tetapi mereka seakan tak peduli. Mereka hanya menjerit-jerit saja dengan cucuran airmata berlinang. Tiba-tiba adik bungsuku pingsan terkapar di tanah. Beberapa tetangga menggotongnya ke rumahnya. Tapi itu tak menghalangi mobil ambulance meluncurkan aku. Dengan sirinenya seakan ingin mengatakan sesuatu pada telingaku yang sudah tak mendengar.

Meluncur ambulance dari rumahku yang telah terbakar. Menukik cepat di antara jalanan kecil sekitar daerah tempatku yang terkenal banyak tikungan. Tubuhku terbanting-banting tapi aku hanya diam, diam tertidur mengikuti laju ambulance. Sampailah pada jalanan besar kota. Jalanan lurus membentang di antara kepadatan kota malam itu. Terasa kilau cahaya-cahaya neon menusuk di sela jendela hitam ambulance. Cahayanya berwarna-warni indah, yang ternyata bukan cahaya kobar api yang mencekam atau cahaya gelap di kampungku. Hingga aku menikmati permainan siluet cahaya yang menari-nari di antara laju cepat ambulance.

Tiba-tiba tarian laju cahaya warna-warni berakhir. Terang cahaya putih mengganti. Terang yang sangat menyilaukan, memenuhi ruang. Menembus pada mataku. Menusuk pada selaput kesadaran tentang cahaya itu. Aku terbangun dan sekejap berusaha menguasai dan memahami apa yang terjadi. Ternyata aku berada pada ruang tamu rumahku sendiri.

* * *

“Bangun Tuti. Bangun!!. Cuci muka sana,” suara yang telah lama kukenal mengiang di telinga. Menyeruak kesadaran kembali. Suara ibuku.

Ibu sedang membuka lebar-lebar tirai jendela ruang tamu. Cahaya matahari masuk pada seluruh ruang. Ternyata rumahku sudah gaduh oleh suara bapak yang memanaskan motornya. Bersiap berangkat kerja.Terdengar teriak kakak yang menyuruh adik bungsuku cepat-cepat keluar dari kamar mandi. Keluarga kami terbiasa bangun pagi ketika adzan subuh berkumandang. Semua itu karena tak ingin terlambat. Kecuali ibu dan aku yang pengangguran. Bapak yang bekerja di pinggiran kota dan ditempuh dengan bersepada motor setiap hari hingga jelang malam dia baru pulang. Kakak yang baru mulai kerja dan memasuki masa training. Kakak tak ingin terlambat untuk samapi ke kantornya di tengah kota yang terkenal sangat macet di hari pagi. Sedang adik masih sekolah yang jauh dari rumah dan harus masuk tepat waktu. Kalo tidak akan dihukum.

“Kau lupa mematikan televisi hingga menjelang pagi hari. Ibu terbangun mendengar ada suara sirine ternyata berasal dari suara berita TV yang belum kau matikan.”

Ternyata ibu sudah mandi duluan. Terlihat ibu berpakaian dan berdandan. Terlihat rapi. Dia akan pergi rupanya. Aku pandangi wajah ibu dalam-dalam. Entah kenapa? Aku merasa ada sesuatu yang akan terjadi. Aku ingin mengatakan padanya. Suaraku tertahan ketika ibu menyuruhku cepat-cepat ke kamar mandi.

“Ibu akan ke luar kota bersama kumpulan arisan ibu. Jadi ibu harus berangkat pagi-pagi. Sudah ibu bikinkan kopi sama teh. Tolong nanti kau ganti belanja dan masak ya. Ini uang belanjaan.”
“Baik bu,” sambutku.

Sebetulnya aku ingin menahan keberangkatan ibu. Tetapi ibu langsung beranjak pergi. Berboncengan dengan bapak yang sudah hidupkan motornya. Sekilas di depan pintu aku melihat wajah bapak dan ibu tersenyum. Aku melambaikan tangan kaku kepada mereka. Terasa berat lambaian tanganku tak seperti biasanya.

Tak lama adik bungsuku terlihat rapi berseragam sekolah. Adikku pamit dan mencium tangan. Lalu dia ngluyur berangkat sekolah dengan santai. Tak lama kakak dengan pakaian kerja siap-siap berangkat sambil membereskan perlengkapan kerja dalam tas. Aku mencium tangannya ketika akan berangkat. Kakak tersenyum dan berangkatdengan langkah tergesa-gesa. Sekali lagi terasa berat aku mengangkat tangan dan melambai-lambaikan tangan buatnya. Tak seperti biasanya ada senyum terpancara dariku. Senyum yang merindukan mereka semua pulang. Entah kali ini tak ada senyum dariku hanya tatap kosong buat mereka.

Aku balik ke dalam rumah. Aneh aku merasakan keanehan di dalam rumahku sendiri. Seakan aku akan meninggalkan rumah ini. Dinding bercat putih di rumah sekilas tiba-tiba memerah, hitam. Ada jerit-jerit mengerikan lirih terdengar. Sejenak aku hanya mengawasi sekitar rumahku dengan perasaan was-was. Aku teringat dengan pesan ibu. Aku harus segera ke kamar mandi. Mencuci muka dan menggosok gigi. Setelah itu pergi ke pasar.

Kukunci rapat rumah itu sebelum kupergi ke pasar. Sekali lagi aku mengawasi rumah itu. Semua sudah terkunci, listrik, kompor gas sudah dimatikan. Agak berat hati meninggalkan rumah menuju ke pasar yang letaknya di tikungan jalan kampung ini. Entah aku mengawasi rumahku dari depan sekali lagi. Sekejab aku melihat seperti loncatan cahaya api keluar dari dalam rumah menuju ke langit. Lalu menghilang di langit. Aku agak cemas dan takut.

“Ah biarlah. Aku harus cepat-cepat ke pasar sebelum tutup,” yakinku sambil melangkah agak cepat ke pasar.

Agak siang aku datang ke pasar. Pasar sudah tak rami lagi. Aku tak perlu terlalu berdesak-desakan berbelanja. Seperti biasa aku menemui beberapa langganan. Tawar-menawar pun terjadi sebelum aku membeli beberapa bahan masakan yang kubutuhkan : daging ayam, sayur bayam, dan bumbu-bumbu. Setelah lengkap bahan yang kubeli, aku mampir sebentar di sebuah warung nasi uduk untuk sarapan nasi uduk kesukaanku. Ada kegelisahan melingkup fikiran ketika beberapa ibu-ibu yang beli nasi uduk berbicara tentang ledakan kompora gas. Pendengaranku menangkap dan mengikuti alur ramai pembicaraan mereka. Ada yang menyalahkan pemerintah. Ada yang menganjurkan kembali ke kompor minyak tanah. Beberapa ibu juga menyarankan memakai pengaman kompor gas serta memberi petunjuk agar kompor gas aman. Namun yang membikin ngiris ketika ada yang bercerita tentang saudaranya dari jauh yang menjadi korban ledakan kompor gas, sekarang lumpuh di rumah sakit dan hidupnya hanya menumpang di rumahnya.

Aku mengikuti pembicaraan ibu-ibu. Aku menyimak seksama. Tapi aku tak ikut nimbrung dalam percakapan mereka. Aku hanya diam sambil menghabiskan nasi uduk di piring. Dadaku serasa berdetak cepat, mengalir keanehan hingga adrenalinku terpompa cepat tak seperti biasanya. Aku harus cepat-cepat pulang. Kegelisahan, kecemasan, dan ketakutan tiba-tiba ingin menggelayut pada benakku. Ah. Setelah aku membayar harga makanan pada tukang nasi uduk. Aku cepat-cepat meninggalkan tukang nasi uduk. Aku ingin cepat sampai di rumah. Beberapa sapaan dari teman-teman yang lewat dan berpapasan hanya kubalas dengan senyum.

Lega aku sampai depan rumah dan tak ada apa-apa dengan rumahku yang kutinggal barusan. Cepat-cepat aku membuka kunci rumah. Menutupnya kembali dan masuk menuju dapur. Beberapa barang belanjaan dari pasar kuletakkan di meja dapur. Aku duduk di bangku plastik samping meja. Mengawasi keadaan dapurku sebelum masak. Lenggang tapi mengapa aku seperti menjadi orang lain di rumahku. Aku seperti asing di dapur rumahku sendiri.

Bayangan kecemasan dan ketakutan tiba-tiba menghadir. Menyusup pada benakkau. Aku takut hingga sebisa mungkin aku harus lepaskan ketakutan ini. Aku harus memasak buat bapak, ibu, kakak, dan adikku. Lalu kuambil sebilah pisau mulailah aku memotong daging ayam yang telah kubeli. Meracik bumbu buat sayuran. Semua sudah siap terletak di tempatnya tinggal aku memasaknya.

Sebelumnya aku akan memasak sayuran bayam. Lalu kujerang air dalam panci dan kuletakkan di atas kompor gas. Kunyalakan kompor gas. Yuuppss....ada bau menyengat. Menusuk hidung. Bau itu terasa menghidupkan bayang-bayang malaikat maut berbaju biru di dinding putih dapur. Bau itu seakan mempercepat langkah bayang malaikat maut bermata merah menuju ke arahku. Aku berteriak sekeras-kerasnya menolak kedatangannya.Tetapi teriakku kalah keras dengan tawa ledakan malaikat maut. Aku ingin berlari dan menjauh dari mereka, tTetapi tangan kuat mereka mendekapku erat.

“Aku terbakar. ...Aku terbakar...Tubuhku penuh api....Tubuhku panas...”Aku berlari ke sana ke mari di dalam rumahku tetapi itu semakin membuat tubuhku terbakar dan panas. Api menjalar cepat dalam rumahku. Mengejar aku tanpa ampun. “Aku terbakar...Aku terbakar...” Aku tak sempat berfikir apa-apa tentang ini selain bagaimana caranya aku tak terbakar lagi dan aku tak merasakan panas mengujur tubuh.

Terasa sia-sia usahaku ini. Aku hanya mendengar jerit tetangga yang berteriak.

“Kebakaran..Kebakaran...”
Beberapa orang membantu menyiramkan air. Namun api lebih cepat , menyelimuti rumah dan mengobar-ngobar di seluruh rumah hingga menyentuh ke rumah samping kiri-kanan. Hingga sebuah kayu yang membara dari atas plafon menimpa kepalaku. Entah aku jatuh di tempat mana?

Tercium bau wangi dari bapak, ibu, kakak dan adik yang mendatangiku. Mereka menempelkan bibirnya ke pipiku. Tak lama cahaya gelap menutup silau cahaya putih. Aku tak melihat lagi mereka. Aku merasa tubuhku terbawa pelan-pelan ke sebuah tempat.Entah bercahay apa di sana?

Bekasi, 03-08-2010


Biodata :

Fitrahanugrah. Lahir di Surabaya, 28 oktober 1974. Alumni sastra Indonesia, Unair. Pernah bergiat di teater gapus, Surabaya.

Sumber : Kompas.com

Jumat, 13 Agustus 2010

Masyarakat Diminta Tak Menggunakan Air Sungai Musi

Saat ini, kondisi air Sungai Musi sudah tampak surut, keruh dan kotor karena banyak sampah. Namun, sebagian besar masyarakat masih menggunakan air untuk keperluan Mandi, Cuci, Kakus (MCK) dari anak-anak hingga orang dewasa, ataupun untuk keperluan memasak.
Sebagian besar warga yang ditemui menyatakan mereka terpaksa menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-harinya, karena memang tidak ada sarana air bersih. Sedangkan untuk menggali sumur air sulit ditemukan.

Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Dampak Lingkungan Daerah (Bappedalda) Empat Lawang, M Siregar, melalui Kabid Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Rizal Effendi mengatakan, pihaknya akan menghimbau masyarakat untuk tidak membuang sampah ke dalam sungai, baik dengan cara sosialisasi ataupun pemasangan baliho.
Setidaknya mereka telah mengganggarkan dana untuk pembuatan 16 baliho yang nantinya akan dipasang pada beberapa titik, terutama pada Daerah Aliran Sungai (DAS) tempat pemukiman penduduk.

“Kita mengajak warga untuk bersama-sama menjaga lingkungan, jangan sampai tercemari. Apalagi dampak pencemaran itu masyarakat yang merasakan sendiri,” ajaknya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Empat Lawang, M Teguh Idrus, sangat mendukung adanya himbauan untuk tidak membuang sampah ke dalam sungai. Apabila masyarakat menggunakan ataupun mengkonsumsi sungai yang sudah tercemar itu akan mudah terserang penyakit, seperti gatal-gatal pada kulit jika mandi ke sungai. Sedangkan apabila dikonsumsi bisa menyebabkan penyakit diare, tipus dan berbagai jenis penyakit lainnya.

“Kalau sudah tidak layak pakai, masyarakat jangan lagi menggunakan atau mengkonsumsi untuk menjaga kesehatan diri masing-masing. Dan juga menjaga kebersihan lingkungan serta membiasakan diri hidup sehat,” pungkasnya.

Sumber : www.forumlintangempatlawang.blogspot.com

Selasa, 10 Agustus 2010

Lahan Luas Sarana Minim

Bupati Empatlawang, H Budi Antoni Aljufri, menyatakan Pemkab Empatlawang membutuhkan banyak fasilitas pertanian di Empatlawang. Sarana dan prasarana yang dimiliki petani di kabupaten ini masih minim, sehingga hasil panennya belum maksimal.

Hal ini disampaikannya Budi saat memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas) XVII dan Bulan Bakti Gotongroyong Masyarakat (BBGRM) VII di Halaman Pemkab Empatlawang, Senin (9/8).

Kegiatan dihadiri Menteri Pertanian, Suswono, Gubernur Sumsel, Alex Noerdin beserta jajaran dan dihadiri oleh beberapa Bupati/Walikota se Sumsel.

Dikatakan Budi, sebagian besar penduduk Empatlawang adalah petani yang memiliki areal pertanian yang luas.

Namun peralatan pertanian seperti handtraktor, pabrik penggilingan padi dan beberapa kebutuhan pertanian lainnya, seperti bibit, pupuk dan lain sebagainya minim. Akibatnya, hasil pertanian yang dimiliki belum maksimal.

Padahal Empatlawang tergolong swasembada pangan dengan surplus beras mencapai 24 ribu ton per tahun.

“Kalau ini dikelola dengan baik yang didukung sarana dan prasana serta penunjang lainnya, tidak menutup kemungkinan Empatlawang menjadi salah satu daerah penyumbang beras terbesar di Sumsel,” kata Budi.

Gubernur Sumsel, Alex Noerdin, meminta kepada Pemkab Empatlawang untuk agresif dalam mencari dana bantuan untuk pertanian di pusat.

Sementara Menteri Pertanian, Suswono dalam sambutannya mengatakan, masalah pangan sudah menjadi masalah nasional. Oleh karena itu diharapkan kerjasamanya untuk lepas dari permasalahan ini.

“Dengan semangat kerja keras, motivasi tinggi dan jiwa gotongroyong kita akan bisa lepas dari permasalahan ini. Memang Indonesia luas areal pertaniannya, namun hasilnya tidak bisa mencukupi kebutuhan bahkan, Indonesia sendiri harus impor beras,” jelasnya.

sumber : sriwijaya post / www.forumlintangempatlawang.blogspot.com

Senin, 09 Agustus 2010

Dinas Pariwisata akan Gelar Serapungan Akbar

Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke 65 tahun ini, pemerintah bumi Saling Keruani Sangi Kerawati menggelar Serapungan Akbar pada 8 Agustus mendatang. Dipastikan Serapungan menghadirkan dari luar Kabupaten Empat Lawang.

Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya, Bustomi mengatakan, ada empat cabang yang dilombakan menyambut Hari HUT RI ke 65. Yakni erapungan cepat, serapungan santai, rakit hias dan lomba menangkap bebek. “Kita undang masyarakat seluruh kabupaten/ kota se Sumsel. Juga tak ketinggalan Bengkulu dan Kepahiang,” kata Bustomi.

Menurutnya, serapungan akbar ini menyiapkan lima unit sepeda motor. Yang pastinya untuk dua cabang lomba mendapatkan masing-masing satu unit sepeda motor. Yakni cabang lomba serapungan cepat dan rakit hias.
Sedangkan tiga unit sepeda motor lagi dikhususkan doorprize pada lomba serapungan santai dan lomba menangkap bebek.

“Makanya, sebelum terlambat kita mengundang seluruh masyarakat Empat Lawang untuk memeriahkan serapungan akbar ini,” pesannya.
Hanya saja, lanjut Bustomi, untuk mengikuti empat rangkaian lomba serapungan akbar ini harus memenuhi beberapa persyaratan berdasarkan standar penilaian dari tim panitia dan dewan juri.

Syarat itu diantaranya memiliki badan yang sehat. “Untuk mengetahui persyaratan, sekaligus ingin mendaftar, datang saja ke Dinas pariwisata dan budaya,” imbuh Bustomi

Sumber : www.forumlintangempatlawang.blogspot.com

Empat Lawang Bangun Tugu Senilai 1,7 Milyard

Pembangunan tugu taman Kota Tebingtinggi yang lokasinya di Simpang Tiga Jalan Lintas Tengah (Jalinteng) Sumatera, tepatnya sebelum memasuki kawasan Pasar Tebingtinggi, dilanjutkan.

Pembangunan tugu sebagai ikon Empatlawang yang tidak jauh dari Rumah Dinas Bupati Empatlawang, untuk memperindah Tebingtinggi. Setelah selesai pengerjaan tahap I tahun 2009 dari APBD Empatlawang Rp 400 juta, kini pengerjaan tahap II dilaksanakan dengan dana APBD Empatlawang tahun 2010 sebesar Rp 1,3 milyar.

Dengan demikian dana pembangunan tugu sebesar Rp 1,7 Milyar. “Tahun 2010 kita melanjutkan pembuatan Tugu Taman Kota Tebingtinggi, dengan dana APBD Empatlawang Rp 1,3 M. Untuk tahap pertama tahun 2009 menghabiskan dana Rp 400 juta,” kata Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pengelolan Pasar (DKP3) Syarkowi Tohir, Senin (2/8).
Pengerjaan tahap kedua ditargetkan selesai pada tahun 2010. Tahun 2011 nanti taman kota sudah terbentuk dan sudah indah sesuai apa yang dikonsepkan Bupati Empatlawang, Budi Antoni Aljufri.

sumber : Sriwijaya Post / www.forumlintangempatlawang.blogspot.com

Jumat, 14 Maret 2008

INFO PENTING

baru dapet dari tmn...tp ga tau ini berita lama or baru...
semoga berguna...

Peristiwa ini terjadi di Taiwan,
Ada seorang wanita meninggal mendadak dgn lima panca
indera keluar
darah, setelah diselidiki ternyata wanita ini meninggal
bukan karena bunuh diri atau dibunuh melainkan karena
ketidaktahuan akan terjadi keracunan
makanan.
Wanita ini ada kebiasaan minum Vit C tiap hari, ini tdk
masalah..
Masalahnya karena malam itu wanita kebanyakan makan udang,
sebenarnya cuma makan udang saja tdk masalah, orang
rumahnya juga banyak makan udang malam itu dan tak ada
yang meninggal.
Pada dasarnya udang mengandung Arsenic Pentoxide (As2O5),
berhuhung habis makan udang wanita itu minum Vit C,
terjadilah reaksi kimia di dlm perut membuat As3O5 berubah
menjadi Arsenic Trioxide (As2O3) yg sangat beracun,
mengakibatkan hati, jantung, ginjal, pembuluh darah rusak,
usus keluar darah, pembuluh darah melebar hingga wanita
itu meninggal mengenaskan dgn kelima panca indera keluar
darah.
Jadi hati2, habis banyak makan udang, jangan minum Vit C
pd saat bersamaan.

<^.^> PEACE

Rabu, 05 Maret 2008

HARGA DIRI ANDA

HARGA DIRI ANDA
Bayangkan Anda sedang menjaga seorang bayi berumur tiga bulan. Ketika saat makan tiba, apakah Anda akan memberi makan bayi itu dengan syarat tertentu? Tentu saja tidak! Anda tidak akan berkata, ”Baik, Nak! Jika kamu tidak menunjukkan kepadaianmu; jika kamu tidak duduk manis dan menghafal ABC atau membuatku tertawa, kamu tidak akan mendapat sebotol susu!” Anda memberi makan bayi itu karena ia layak diberi makan. Ia layak mendapatkan kasih sayang, perhatian, dan perlakuan yang wajar. Ia layak mendapatkan semua itu karena, seperti juga Anda, ia adalah manusia, bagian dari alam semesta.
Anda pun layak mendapatkan hal yang sama. Anda layak mendapatkannya sejak Anda dilahirkan sampai sekarang. Banyak orang mengira bahwa jika mereka tidak sepandai atau secerdik atau setampan atau sekaya atau segagah atau sejenaka orang-orang yang mereka kenal, mereka tidak layak dicintai dan dihormati.

Trim's
Yudi Ulu Musi.